bookmark at folkd Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat - Ningspara

Breaking

Informasi, resensi, review buku-buku dan Produk Lainnya & Tempat membaca cerpen

Pages

Tuesday, December 26, 2017

Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat

Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat. Aku sampai di gereja dan seorang teman yang saat itu bertugas sebagai usher bertanya, “Gimana bukit jamurnya? Bagus kan?”
Aku menarik bibir ke samping kiri kanan dan mengangkat bahu, “Biasa aja.”
“Mungkin karena cuacanya," jawabnya.
Dari nada suaranya tersirat kalimat bahwa menurut dia, Bukit Jamur adalah sebuah tempat indah, yang memang layak didatangi. Kemungkinan besar dia sudah pernah ke sana. Makanya dia terdengar tidak terima dengan jawabanku.
Bukit Jamur adalah tempat yang barangkali membuat kita bersyukur bahwa di bumi Kalimantan Barat ini ada tempat sederhana yang indah yang dinamai Bukit Jamur. Katanya ketinggian Bukit Jamur hanya 500 mdpl, ketinggian yang sangat mudah dijangkau. Tuhan menghendaki manusia mengunjunginya. Tuhan meletakkan Bukit Jamur di Kalimantan Barat. Aku jadi merasa bersalah menjawab ‘biasa aja’.
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat
Pagi hari sebelum turun


Padahal, aku sendiri mengalami banyak hal yang lucu dan indah di sana. Mulai dari menertawakan teman yang tergelincir, berbagi roti manis dan susu kental manis yang sebenarnya bukan susu, melihat teman membawakan barang bawaan teman yang lain, cuci muka di sungai kecil jernih dan segar yang memotong perjalanan ke sana, menikmati waktu mendaki yang seharusnya bisa satu jam akhirnya menjadi dua jam karena sepatu teman yang licin, dan kejadian remeh-temeh yang mungkin akan lebih terekam dalam memori dari pada keindahan ‘samudera di atas awan’ yang tidak datang mendekat pagi itu.
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat
Jalur pendakian cukup mudah, melewati sawah para petani. Jalur tersebut juga biasa dilewati warga. 

Kami berangkat dari Pontianak menggunakan sepeda motor sekitar pukul 11 Siang, 9 Desember. Di bulan yang tidak disarankan bepergian karena hujan mendominasi langit dan bumi. Awalnya, perjalanan tampak tidak licin sama sekali hingga sampailah di penghujung perjalanan. Entah berapa meter jalanan licin itu, yang membuat temanku ketakutan dan aku, tertawa di dekatnya, bukan menertawai dia yang takut jatuh dan terpeleset. Syukurnya dia tidak marah apalagi kalau sampai ngambek. Ah, tidak tahu seberapa besar rasa terimakasih pada Bukit Jamur karena rasa gembira itu.
Kami sampai di Bengkayang memang sudah sore. Kalau tak salah sudah pukul lima. Kami makan di rumah makan Padang kemudian menitipkan motor di rumah warga, lalu mendaki. Tidak lama, terdengar adjan Magrib ketika kami di jalan. Hampir mencapai bukit, jalanan sudah gelap. Harus pakai senter. Makin ketakutanlah teman kami itu dan aku makin ingin tertawa. Tetapi tidak enak hati. Maafkan. Bukan berarti aku menari di atas penderitaan orang lain, tetapi aku kerap tertawa pada penderitaan maupun kebahagiaan. Sama seperti manusia yang menangis pada duka cita dan kebahagiaan. Eak!
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat

Di Bukit Jamur banyak batu-batu besar yang tentu saja, bagus difoto. Selain itu kita bisa memandang dari sini dan juga bisa merenung

Kami terus melambat, tidak lagi ada cerita tentang matahari terbenam yang ingin difoto di ujung bukit. Tetapi tidak ada pula yang disesalkan. Karena satu momen hilang, momen lain diperoleh. Momen kebersamaan, saling membantu.
Sampai di atas, aku baru tahu kalau kami bukan orang gila yang mengunjungi Bukit Jamur pada musim hujan. Lebih dari lima grup sudah mendirikan tenda. Setelah kami sampai, masih ada juga yang berdatangan. Hore. Hore! Atau setidaknya, kalau kami gila, kami tidak gila sendirian.
Malamnya, kami membangun tenda. Beberapa orang teman pergi agak ke atas. Katanya mencari ranting untuk api. Mereka turun membawa kabar, “Di sana lebih datar, pindah yok. Ada juga grup di sana.”
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat

Pemandangan pagi hari, saat matahari terbit. Foto dari galeri Linda

Kami pun mengangkat tenda yang sudah dipasang tanpa membongkar kembali. Agak menyesal naik ke atas karena grup yang di sana memasang musik ala-ala disko. Gagallah mendengar suara jangkrik malam. Atau, malah jangkrik-jangkrik bahagia? Mereka berdansa karena kehadiran musik? Entahlah. Belum pernah pula kudatangi kerajaan jangkrik.
Aku dan Yurisa berbaring dan menatap ke atas. Cahaya Bintang yang tampak, banyak. Tetapi tidak sebanyak saat musim kemarau. Yurisa menceritakan kalau nama penanya, ‘Yuri Algedi’ terinspirasi dari salah satu bintang paling terang di rasi bintang Capricon. Wow.
Masih banyak yang kami bicarakan sebelum ngantuk (barangkali tidak sekarang waktu menuliskannya.) Kami tidur berlima, kesempitan di tenda yang katanya berkapasitas enam orang. Hahaha (tapi bersyukur sempit karena lebih hangat).
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat. Singgah di air terjun Tikalong, sangat dekat dengan jalan besar
Singgah di air terjun Tikalong, sangat dekat dengan jalan besar

Teman kami yang lain tidur di tenda masing-masing. Kami bersepuluh dan punya empat tenda.
Paginya, seperti kebiasaan ‘anak kota’ dan ‘kids zaman now’, foto-foto dimulai. Masih ingat kalimat : Anak kota, pergi ke pantai, gunung, bukit, dll pasti foto-foto. Habis batre baru pulang. Itulah memang yang terjadi. Menyimpan sebuah momen dalam bentuk gambar adalah baik.
Kami turun, kejadian melambat seperti menaik terulang lagi. Bukan karena jalan tidak terlihat, tetapi kesalahan memakai sepatu oleh teman kami. Lebih dari satu jam 40 menit kami turun. Setelah itu makan di rumah makan Padang yang sama. Lalu singgah di air terjun Tikalong yang ternyata sangat dekat dengan jalan raya. Wow. Beberapa orang mandi, termasuk aku.
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat.
Yurisa, membawa pulang sampah plastik dari atas bukit dan dari perjalanan

Lalu, kami pulang dan tak henti-hentinya mengatakan: Perjalanan kita diberkati. Thanks to God.
Tidak ada hujan sama sekali sejak kami naik hingga kami pulang sampai ke Pontianak pada 10 Desember. Padahal, Hari Jumat sampai Sabtu pagi hujan terus mengguyur. Tapi kami optimis akan pergi. Di jalan pun, tak henti-hentinya kami dikerjai hujan. Gerimis-gerimis manjanya membasahi perjalanan kami.
Cerita ini bukan sebuah cerita wah. Yang mirip dengan film Into The Wild, Point Break, The Jungle, atau documenter dari National Geograpic. Tetapi cerita ini layak dikenang, dituliskan apalagi dibaca. Kegembiraan bukan tentang seberapa banyak emas yang kamu dapat, bukan?
Salam dari kami: Edi, Lau, Linda, Mansyur, Nings, Pitri, Siska, Rony, Udin, Yurisa.
Gembira di Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat.

 Berfoto dengan di malam hari, dengan cayaha lampu-lampu kota Bengkayang, Bukit Jamur Bengkayang Kalimantan Barat.

No comments:

Post a Comment