bookmark at folkd Bergidik di Jalanan yang Lengang - Ningspara

Breaking

Informasi, resensi, review buku-buku dan Produk Lainnya & Tempat membaca cerpen

Pages

Monday, July 12, 2021

Bergidik di Jalanan yang Lengang

Tak sesepi itu sebenarnya. Masih banyak kendaraan lalu lalang. Sepi sore ini masih wajar, sebab jalanan yang biasanya dua arah, ditutup menjadi satu jalur. 


Aku berangkat dari Danau Sentarum, hendak ke Jl. Pahlawan mengambil madu pesanan dari Sintang. Si jalan aku bergidik dan merinding, seperti adegan film horor, rasa-rasanya korona mengejarku dari belakang. Ah, di titik ini aku ingin mengatai diriku sendiri. Aku belajar tentang virus sudah cukup lama. Setidaknya sejak SMA (karena aku jurusan IPA) dan waktu kuliah Kimia dulu. Meski memang tidak spesifik, tapi aku paham virus tidak seperti kuntilanak yang digambarkan di film horor, yang sewaktu-waktu duduk di jok motorku. Tapi sore in, aku merasa seperti itulah virus.


Ini mulanya karena Pontianak ditetapkan sebagai daerah dengan PPKM Darurat. Jalan ditutup. Setiap hari sekarang aku selalu melihat berita kematian. Entah di sosial media, mendengar kabar dari teman, dlsb. Padahal, dua minggu lalu, aku merasa covid begitu jauh.


Aku tak pernah sepele pada covid. Begitu covid dinyatakan masuk Indonesia, aku segera membaca sejumlah artikel untuk tindakan-tindakan pencegahan. Saran untuk mengkonsumsi jahe dan rempah, kulakukan mulai dari saat-saat pertama Covid masuk ke Indonesia, pada Maret  2019. Masker, selalu kupakai di tempat yang cukup ramai dan rajin mencuci tangan.


Aku makin rajin jalan kaki, meskipun penampakan betisku mulai mengkuatirkan. Makin perkasa saja ia tampak. Aku juga mempromosikan ini semua di sosial mediaku. Minum jahe, madu, jalan kaki, baca buku yang bisa membangun pikiran positif. 


Aku pun kerap adu mulut dengan orang-orang yang kudengar cenderung menyepelekannya. 


Dan hari ini Pontianak dikabarkan sebagai wilayah dengan PPKM darurat. Teman-temanku yang terkonfirmasi positif memilih tinggal di rumah dan isolasi mandiri. Kupikir ada beberapa alasannya, yaitu pada kekurangan dana dan kekuatiran tidak adanya daya tampung rumah sakit.


Aku cukup bingung dengan kondisi ini. Pemerintah meminta kita untuk tinggal di rumah, apakah sudah memperhitungkan dampaknya dan memberi solusi? Semoga mereka yang membutuhkan dana tambahan tersentuh oleh dana bansos dan tidak dikorupsi. 


Aku sudah mulai mimpi buruk terkait ini. Sedang dalam tahap memandangi 4 tangkai bunga matahari yang mekar di kebun sebelah rumah. Mengeksplor perasaanku ketika melihat empat tangkai bunga itu. Indah, indah, indah. Begitu cerah, dan tampaknya tidak kuatir pada apapun. 


Aku lalu teringat, satu kali Yesus membicarakan kekuatiran. Tertulis di buku Matius 6:27 "Siapakah di antara kamu yang karena keuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" 


Barangkali ayat ini tidak sesuai pada konteks kekuatiran yang kualami saat ini, tapi aku tetap akan menuliskannya. Mungkin degan menulisnya, aku bisa merenungkannya dan tetap menjalani hidup dengan cara-cara terbaik untuk menghadapi virus ini.


Rasa kuatir ini, jika tidak dikelola, takkan membawaku ke mana-mana. Kuharap kita semua menemukan cara terbaik untuk menjalani hari-hari di masa pandemi. 


No comments:

Post a Comment