bookmark at folkd - Ningspara

Breaking

Informasi, resensi, review buku-buku dan Produk Lainnya & Tempat membaca cerpen

Pages

Thursday, February 10, 2022

Laki-laki Patah Hati, Perempuan Mengungkapkan Cinta -Ningspara. Ternyata laki-laki bisa patah hati ketika ditolak oleh perempuan. Ini adalah fakta baru bagiku ketika beberapa teman bercerita tentang pengalaman mereka mengungkapkan rasa sukanya pada lawan jenis. Dari pengakuan satu teman, Roni, dia harus memastikan bahwa perempuan yang dia suka akan menerima cintanya, sebelum berani mengutarakan perasaannya. 

“Aku sulit untuk mengungkapkan perasaan suka sama perempuan. Kecuali kalau aku sudah tau kalau dia juga suka samaku. Baru aku berani. Kalau ditolak, malu sampai anak cucu.” Itu pengakuan Roni.

tulisan kesetaraan gender, laki laki patah hati, perempuan mengungkapkan cinta
Ilustrasi: Aku dan adikku ketika di Lombok


Bagaimana cara memastikannya? Si laki-laki punya sejumlah kiat, misalnya perempuan tidak menolak diajak jalan, fast respon, dan lainnya. Tergantung konteks yang sedang dihadapi. Tidak ada yang baku. Masing-masing punya dinamika tersendiri.

Jujur hal ini tidak pernah menjadi bagian perenungan hidupku. Bukan berarti selama ini aku menyangkal perasaan sakit hati juga ada di laki-laki dan merasa bahwa laki-laki adalah robot yang tidak punya perasaan. Bukan. Hanya saja, aku tidak pernah tahu ini. Mungkin pernah dengar, tapi tidak sampai mencoba memahami. 

Obrolan terhadap cerita di atas muncul ketika aku ngalor ngidul dengan beberapa teman laki-laki dan menanyakan pendapat mereka “apakah mereka sepakat  jika perempuan mengungkapkan perasaannya pada laki-laki, bagaimana perasaan mereka pada hal itu?”

Aku menanyakan ini karena konstruksi yang ada di masyarakat sekarang secara umum adalah, perempuan adalah pihak yang menunggu. Laki-lakilah yang mendatangi perempuan dan mengajak perempuan menjalin hubungan. Ini dipercaya banyak orang, laki-laki dan perempuan. Sehingga perempuan merasa harus selalu menunggu dan tidak merasa perlu secara aktif mengenalkan dirinya pada lingkungan (laki-laki) meskipun di dalam hatinya sebetulnya ingin. 

Jawaban yang aku dapat, secara umum teman-temanku menjawab itu hal yang baik. Barangkali akan berbeda kalau aku menanyakan di lingkaran pertemanan yang lain. Mungkin teman-teman laki-lakiku sudah banyak yang mengakui kesetaraan gender. Well, itu bukan tujuan aku menulis ini. Tujuanku menulis ini hanya sebagai hasil dari adanya kesadaranku pada hal ini.

Btw, aku pribadi pernah mengungkapkan perasaanku pada seorang teman SMA. Aku menyukai dia ketika kami SMA. Kemudian aku kuliah di kota yang berbeda. Aku memberitahu kalau aku pernah menyukainya dulu. Itu kuungkapkan ketika aku sudah tidak ada lagi rasa padanya.

Tentang mengungkapkan perasaan, ada cerita menarik dari Ria. Ria, seorang teman yang masih duduk di bangku SMA menyukai teman sekolahnya, Agus. Ketika Ria sudah yakin dengan perasaannya, Ria mengungkapkannya pada Agus. Tidak seperti Roni, Ria tidak punya indikator apakah Agus akan menerima perasaannya. Agus menghormati perasaan Ria, meskipun awalnya dia merasa Ria sedikit frontal. Agus mengaku belum siap menjalin hubungan romantis karena statusnya yang masih anak sekolah, belum punya sumber daya untuk menjalin hubungan. “Pacaran itu butuh uang, setidaknya untuk jalan di malam minggu.” Begitu jawab Agus pada Ria.

Mendengar jawaban Agus, tentu Ria makin kagum pada cara pikirnya. Agus bukan menolak, tetapi memberikan jawaban sebagaimana seseorang yang punya pertimbangan, dan ini baik. Ria menerima alasan Agus dan mengatakan bahwa jika dia bersikap baik pada Agus, kini Agus tidak lagi perlu menebak-nebak alasannya dan jika suatu saat Agus merasa sudah waktunya berpacaran, Ria minta dipertimbangkan.

Ketika kutanya mengapa Ria berani mengungkapkan perasaannya? Jawbannya pun membuat aku terharu.

“Karena menurutku akan percuma jika menyukai seseorang dalam diam. Bayangkan kalau sebenarnya dia pun menyukaiku dan kami sama-sama diam. Aku hanya tidak ingin ada penyesalan.”

Menyukai seseorang dalam diam memang punya konsekuensi juga. Temanku, Lani, sampai sekarang dicuekin oleh Budi, rekan kerjanya. Lani sering bertanya-tanya kenapa itu bisa terjadi. Orang-orang di sekeliling mereka mengatakan bahwa Budi punya ‘dendam’ karena dulu dia menyukai Lani dan saat itu Lani sedang pacarana dengan  Ricky. Setelah Ricky dan Lani putuspun, Budi tak pernah menggungkapkan perasaannya. Bahkan sekarang Budi menikahi perempuan lain.

Bayangkan jika Anda adalah istrinya Budi.

Ah urusan asmara memang berat. Biar Dylan aja yang memikirkannya.

Btw, tulisan ini tidak ingin menunjukkan data kuantitatif apapun ya. Tulisan ini lebih mirip diary. Dan setelah mendengar teman-teman laki-laki menceritakan sakit hati yang mereka rasakan setelah ditolak,  aku pelan-pelan melihat bahwa laki-laki dan perempuan terbuat dari darah dan daging, sama-sama bisa merasakan perasaan yang sama.

Juga makin yakin, untuk mendorong teman-teman perempuan yang merasa sedih karena jomblo, untuk lebih duluan mengenalkan dirinya ke lingkungannya. Hehehe. 

Coba teman-teman dikasi komentar yah. Komentarnya tidak langsung muncul karena harus dimoderasi. Kalo pun komentarnya tidak kumunculkan, aku pasti sudah baca. Atau kita bikin forum untuk bahas ini. Gaslah. 

Catatan: Cerita dalam tulisan ini benar, tetapi semua nama sengaja disamarkan. 


No comments:

Post a Comment